PENAKALTENG, Palangka Raya – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) kembali menegaskan komitmennya dalam menurunkan angka stunting. Namun, di tengah berbagai apresiasi dan optimisme, terungkap pula tantangan besar yang masih harus ditaklukkan di lapangan, mulai dari masih tingginya unmet need KB hingga belum optimalnya pemutakhiran data keluarga.
Dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting dan Bangga Kencana yang digelar di Aula Jayang Tingang, Selasa (12/8/2025), Wakil Gubernur Kalteng H. Edy Pratowo mengingatkan bahwa stunting bukan sekadar isu pertumbuhan anak, tetapi menyentuh langsung kualitas SDM dan masa depan daerah.
“Kita tidak boleh setengah-setengah dalam menangani stunting, karena ini menyangkut masa depan anak-anak dan bangsa kita,” tegasnya saat membuka rakor.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di Kalimantan Tengah tahun 2024 tercatat 22,1 persen — turun dari 23,5 persen di 2023. Pemprov menargetkan penurunan hingga 20,6 persen pada 2025.
“Penurunan ini patut kita syukuri, tapi tidak boleh membuat kita lengah. Angka ini masih jauh dari ideal,” kata Edy.
Rakor ini sekaligus menjadi panggilan agar sinergi lintas sektor, dari pemerintah daerah hingga petugas lapangan, lebih difokuskan pada aksi nyata di akar rumput. Pemanfaatan anggaran seperti Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Keluarga Berencana (DAK BOKB) juga diminta untuk lebih tepat sasaran.
Kepala Perwakilan BKKBN Kalteng, Sunarto, dalam paparannya menjelaskan bahwa meskipun beberapa indikator program nasional sudah melampaui target—seperti Total Fertility Rate dan usia kawin pertama perempuan—masih ada tantangan besar yang menghambat efektivitas program.
“Unmet need kita masih tinggi, 11,1 persen, padahal target nasional hanya 7,4 persen. Artinya, masih banyak pasangan yang butuh layanan KB tapi belum terjangkau,” ujarnya.
Ia juga menyinggung bahwa proses pemutakhiran Pendataan Keluarga 2025 yang tengah berlangsung baru mencapai 13,80% per pertengahan Agustus. Ketertinggalan data ini dikhawatirkan bisa menghambat intervensi berbasis keluarga.
Wagub menekankan bahwa komitmen tinggi yang ditunjukkan lewat rapat dan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) harus ditindaklanjuti dengan program yang membumi. Ia meminta agar Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di semua tingkatan aktif bergerak, tak hanya dalam pelaporan, tetapi dalam pendampingan dan edukasi langsung di tengah masyarakat.
“Kita butuh konsistensi, bukan sekadar seremoni. Program-program yang menyentuh langsung keluarga harus dikawal dengan serius,” tegasnya.
Perlu Dukungan Berbasis Komunitas
Rangkaian acara juga diisi dengan penyerahan Alat Teknologi Tepat Guna (ATTG) kepada kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA), sebagai bentuk pendekatan ekonomi dalam penanganan stunting. Diharapkan, keluarga yang berdaya secara ekonomi lebih mampu memenuhi gizi anak-anak mereka.
Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua TP PKK Kalteng Aisyah Thisia Agustiar Sabran, Plt. Sekretaris Daerah Leonard S. Ampung, para Bupati/Wali Kota se-Kalteng, serta Kepala Perangkat Daerah terkait. (mmckalteng/ss)