Wagub Kalteng Desak Keadilan Fiskal: “Daerah Kaya Sumber Daya, Tapi Dapat Recehan!”

PENAKALTENG, Jakarta – Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, H. Edy Pratowo, melontarkan kritik tajam terhadap sistem pembagian dana hasil sumber daya alam yang dinilai tidak adil bagi daerah penghasil. Dalam forum CNN Indonesia Leadership Forum: Pilar Nusantara, Penopang Asta Cita, yang digelar di Menara Bank Mega, Jakarta (14/10), Edy menegaskan bahwa sumbangan besar Kalimantan Tengah terhadap ekonomi nasional tidak diimbangi dengan distribusi fiskal yang setara.

“Kami menyumbang triliunan ke kas negara, tapi saat dibagi hasilnya, daerah hanya dapat miliaran. Ini ketimpangan yang tidak bisa terus dibiarkan,” tegas Edy di hadapan panelis dan audiens nasional.

Kalteng saat ini menjadi salah satu lumbung utama komoditas nasional, dengan 3 juta hektare perkebunan sawit, serta potensi tambang strategis seperti batu bara, silika, sirkon, dan bauksit. Namun, Edy menyebutkan, besarnya potensi tersebut tidak sebanding dengan dana bagi hasil yang kembali ke daerah.

Ia mencontohkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ini mencapai ratusan triliun rupiah secara nasional, namun yang diterima daerah hanya “sejumput” dana yang bahkan tidak cukup membiayai pembangunan dasar.

“PNBP itu ratusan triliun. Tapi ketika dikembalikan ke daerah, nilainya jauh dari harapan. Enggak sampai triliunan, kadang hanya beberapa miliar,” ujar Edy.

Dampak Langsung: Pembangunan Tersendat

Ketimpangan fiskal ini berdampak langsung pada keterlambatan pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya. Padahal, menurut Edy, konektivitas wilayah pedalaman sangat krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat dan membuka keterisolasian.

“Bagaimana kami bisa bangun jalan ke pelosok kalau dana untuk membangun saja minim? Padahal, jalan itu yang membuka pasar, membuka akses pendidikan, layanan kesehatan, semuanya,” katanya.

Edy Pratowo menekankan bahwa keadilan fiskal bukan sekadar wacana, tapi keharusan jika Indonesia ingin tumbuh merata. Ia menyerukan agar pemerintah pusat meninjau kembali kebijakan dana bagi hasil dan memperkuat kapasitas fiskal daerah penghasil.

Lebih jauh, ia menyebut bahwa dana yang adil akan memungkinkan Pemprov Kalteng mempercepat pembangunan pabrik pengolahan, hilirisasi SDA, dan menciptakan lapangan kerja lokal yang berkelanjutan.

“Kalau dana dikembalikan secara proporsional, kami bisa bangun industri hilir sendiri, tekan inflasi, dorong ekspor, dan kurangi ketergantungan. Ini bukan cuma soal uang, ini soal kedaulatan ekonomi daerah,” tegasnya.

Pernyataan Edy tidak hanya mencerminkan kondisi Kalimantan Tengah, tapi juga menjadi suara bagi banyak daerah penghasil SDA lain di Indonesia yang mengalami perlakuan serupa. Ia berharap pemerintah pusat tak lagi melihat daerah hanya sebagai “penyumbang”, tapi sebagai mitra strategis dalam pembangunan nasional yang berkeadilan. (mmckalteng/ss)

 

Comments (0)
Add Comment