Inspektorat Kalteng Ungkap Tantangan Desa Percontohan Antikorupsi dari KPK

PENAKALTENG, Palangka Raya – Inspektorat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali menggelar monitoring dan evaluasi (Monev) lanjutan terhadap 13 Calon Desa Percontohan Antikorupsi secara virtual, Jumat (29/8/2025). Kegiatan ini menyoroti hasil penilaian sementara dari Tim Verifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekaligus menjadi alarm bagi desa-desa yang masih tertinggal dalam memenuhi standar integritas.

Plt. Inspektur Daerah Kalteng, Eko Sulistiyono, menegaskan bahwa kunjungan Tim Replikasi ke enam desa yang masih belum optimal mengungkapkan banyak celah yang harus segera ditutup. “Kami mendapati masih ada sejumlah desa yang belum memenuhi indikator utama yang ditetapkan KPK. Ini bukan hanya soal nilai, tapi soal komitmen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan bebas korupsi,” ujarnya dalam sambutan.

Eko menambahkan bahwa Gubernur Kalteng telah menegaskan agar tidak ada desa yang ketinggalan dalam program ini. “Seluruh 13 desa harus mampu memenuhi persyaratan agar dapat ditetapkan sebagai Desa Percontohan Antikorupsi. Tidak ada ruang untuk bersantai,” tegasnya.

Pemerintah desa didorong untuk lebih proaktif dengan melakukan evaluasi mandiri, mengidentifikasi kelemahan secara kritis, dan aktif berkomunikasi dengan tim pendamping di tingkat kabupaten dan provinsi. “Nilai sementara yang kita terima hari ini adalah alarm sekaligus motivasi agar desa-desa segera menutup kekurangan yang ada,” tambah Eko.

Dari data penilaian sementara yang disampaikan oleh Lidia Vega dari Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, terlihat disparitas nilai yang cukup signifikan. Desa dengan nilai tertinggi adalah Bahitom (Murung Raya) dengan skor 79,5, diikuti Beringin Tunggal Jaya (Kotawaringin Timur) 79,0 dan Tumbang Malahoi (Gunung Mas) 77,5. Sementara Desa Telok (Katingan) tercatat memiliki nilai terendah, yakni 38,5.

Kondisi ini menegaskan bahwa perjuangan menuju predikat desa percontohan antikorupsi masih panjang dan membutuhkan kerja keras serta sinergi semua pihak.

“Predikat ini bukan hanya simbol, tapi tanggung jawab besar untuk menunjukkan integritas dan akuntabilitas yang nyata di tingkat desa. Desa yang berhasil harus menjadi contoh dan penggerak perubahan bagi daerah sekitarnya,” pungkas Eko menutup sesi. (mmckalteng/ss)