Defisit dan Dana Transfer Anjlok, F-KIR Soroti Risiko APBD Barut

PENAKALTENG, Muara Teweh – Fraksi Karya Indonesia Raya (F-KIR) DPRD Barito Utara mengeluarkan peringatan serius terhadap kondisi fiskal daerah yang dinilai berisiko memburuk, menyusul penurunan signifikan Dana Transfer dari pusat dan melonjaknya defisit anggaran dalam Raperda Perubahan APBD 2025.

Melalui juru bicaranya, Hj Sri Neni Trianawati, F-KIR menilai struktur anggaran yang diajukan oleh Pj. Bupati dalam pidato paripurna terbaru menunjukkan indikasi ketidakseimbangan fiskal yang mengkhawatirkan dan memerlukan klarifikasi mendalam sebelum melangkah ke tahap pembahasan teknis.

“Defisit melonjak drastis dari Rp99,8 miliar menjadi Rp485,2 miliar. Ini bukan kenaikan biasa—ini lonjakan tajam yang harus dijelaskan secara transparan, terutama terkait sumber pembiayaannya,” tegas Sri Neni dalam forum paripurna DPRD.

F-KIR juga menggarisbawahi penurunan Dana Transfer dari Pemerintah Pusat yang turun sekitar Rp85 miliar, dari Rp2,909 triliun menjadi Rp2,824 triliun. Penurunan ini, menurut fraksi, berpotensi mengganggu kesinambungan berbagai program pembangunan daerah yang telah dirancang.

“Kami meminta penjelasan konkret: kenapa dana transfer menurun, dan bagaimana pemerintah daerah menyiasatinya agar program prioritas tidak dikorbankan?” ujarnya.

Tak hanya pada sisi pendapatan, belanja daerah juga mengalami lonjakan signifikan, dari Rp3,116 triliun menjadi Rp3,460 triliun—naik sekitar 11 persen. Kenaikan ini memicu kekhawatiran soal arah dan efektivitas penggunaan anggaran tambahan tersebut.

“Fraksi ingin memastikan bahwa lonjakan belanja ini bukan sekadar angka di atas kertas, tetapi benar-benar dialokasikan untuk sektor strategis dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat,” tambahnya.

Fraksi F-KIR menilai kombinasi antara penurunan pendapatan, kenaikan belanja, dan lonjakan defisit mengindikasikan adanya tekanan serius terhadap kemampuan fiskal daerah dalam jangka menengah hingga panjang.

“Kami mempertanyakan apakah Pemda memiliki strategi pembiayaan yang aman dan tidak membebani fiskal di masa depan. Stabilitas fiskal daerah harus jadi prioritas,” tandasnya.

Meski melontarkan kritik tajam, F-KIR tetap menyatakan kesiapan untuk melanjutkan pembahasan Raperda bersama eksekutif, dengan catatan bahwa setiap kebijakan anggaran harus disandarkan pada prinsip efisiensi, transparansi, dan kepentingan publik.

“Kami siap terlibat aktif dalam pembahasan lanjutan demi memastikan perubahan APBD ini tetap berpihak pada rakyat dan menjaga kesehatan fiskal daerah,” pungkas Sri Neni. (bvs)