F-KIR Desak Perbaikan Layanan Publik dan Efektivitas APBD 2026

PENAKALTENG, Muara Teweh – Fraksi Karya Indonesia Raya (F-KIR) DPRD Barito Utara mendorong pemerintah daerah memperkuat efektivitas pengelolaan APBD 2026, terutama pada sektor-sektor pelayanan publik yang dinilai masih lemah. Hal ini disampaikan Anggota DPRD F-KIR, H. Tajeri, dalam pendapat akhir fraksi pada Rapat Paripurna, Senin (1/12/2025).

Menurut H. Tajeri, keberhasilan APBD bukan hanya ditentukan oleh besarnya anggaran, tetapi juga seberapa cepat dan tepat pemerintah mengeksekusi program prioritas. Ia menegaskan bahwa belanja infrastruktur pelayanan publik yang mencapai 52,66 persen dari total belanja daerah, harus benar-benar diterjemahkan ke dalam pembangunan jalan, jembatan, air bersih, fasilitas kesehatan, dan pendidikan yang fungsional hingga tingkat desa.

“Pengawasan harus diperketat. Sudah terlalu sering kita menemukan pekerjaan yang volume fisiknya tidak sesuai. Ini tidak boleh terulang,” tegasnya.

F-KIR menyoroti lambannya perbaikan fasilitas pendidikan. Banyak sekolah dinilai masih jauh dari standar, baik dari kondisi ruang kelas hingga sarana penunjang belajar.

Tajeri bahkan menyebut ada sekolah yang hanya belajar dua jam per hari. “Bagaimana mutu pendidikan kita mau meningkat kalau fasilitas dan pengelolaannya saja seperti ini?” katanya.

Ia meminta Dinas Pendidikan segera memprioritaskan perbaikan sekolah, termasuk rumah guru dan penjaga sekolah yang tidak layak huni.

Dalam sektor kesehatan, fraksi menilai perlu langkah cepat untuk mengatasi kekurangan dokter dan tenaga medis, termasuk fasilitas Puskesmas dan Pustu yang dinilai belum optimal.

“Masih ada Puskesmas tanpa dokter, ruangan panas, fasilitas terbatas. Bahkan sebagian Pustu jarang buka,” ujarnya.

F-KIR merekomendasikan agar pemerintah berinvestasi pada SDM kesehatan dengan menugaskan dokter umum untuk pendidikan spesialis berbasis kontrak kerja yang jelas.

Fraksi juga mendesak Dinas PUPR mempercepat respons terhadap laporan kerusakan jalan dan jembatan yang selama ini dinilai lamban ditindaklanjuti.

Sementara di sektor pertanian, keluhan petani terkait kelangkaan pupuk, tingginya harga, serta kebutuhan bibit unggul terus menjadi sorotan.

Tak hanya itu, H. Tajeri menyinggung Rumah Potong Hewan (RPH) yang sudah lama dibangun namun belum berfungsi. Ia menilai fasilitas tersebut seharusnya sudah mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Melalui pendapat akhirnya, F-KIR menegaskan perlunya APBD 2026 dijalankan secara serius, terencana, dan transparan, sehingga manfaat pembangunan bisa dirasakan masyarakat luas.

“APBD harus menjadi alat untuk mempercepat kemajuan daerah, bukan sekadar angka dalam dokumen,” tutup Tajeri. (bvs)