Lepas Ketergantungan Tambang, Transformasi Ekonomi Jadi Prioritas 2026

PENAKALTENG, Muara Teweh – Potensi krisis fiskal 2026 menjadi sinyal keras bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barito Utara untuk segera keluar dari ketergantungan ekonomi pada sektor tambang. Penyusutan tajam dana transfer dari pemerintah pusat memperlihatkan rapuhnya struktur pendapatan daerah yang selama ini bertumpu pada produksi batu bara.

Sekretaris Daerah (Sekda) Barito Utara, Muhlis, mengungkapkan bahwa dana transfer yang sebelumnya mencapai Rp1,7 triliun diperkirakan anjlok hanya tersisa sekitar Rp490 miliar pada tahun depan. Data tersebut disampaikan Badan Pengelola Keuangan Provinsi Kalimantan Tengah.

“Penurunan ini sangat berkaitan dengan merosotnya produksi batu bara. Ketika sektor minerba melemah, daerah ikut terpuruk karena ketergantungan yang sudah berlangsung lama,” ujar Muhlis saat membuka Simposium Nasional Masyarakat Adat di Balai Antang, Muara Teweh.

Dampaknya tidak hanya pada pendapatan daerah. Menurut Muhlis, perlambatan sektor tambang juga menyeret pertumbuhan ekonomi Barito Utara secara keseluruhan.

Situasi ini memaksa Pemkab melakukan reposisi kebijakan anggaran. APBD 2026 yang diproyeksikan hanya Rp1,8 triliun menunjukkan penyusutan drastis dibanding APBD 2025 yang mencapai Rp3,1 triliun dan meningkat menjadi Rp3,6 triliun setelah perubahan.

“Defisit kita diperkirakan mencapai Rp1,8 triliun. Banyak program harus disesuaikan. Efisiensi menjadi satu-satunya cara agar layanan pemerintahan tetap berjalan,” tegasnya.

Namun Muhlis menekankan bahwa efisiensi bukan solusi jangka panjang. Ia menilai Barito Utara harus menata ulang fondasi ekonominya. Pemerintah daerah mulai mengarahkan pengembangan pada sektor pertanian, perkebunan, hingga usaha kecil menengah (UKM) sebagai sumber pendapatan baru yang lebih stabil.

“Diversifikasi ekonomi adalah kebutuhan mendesak. Kita tidak bisa terus berada dalam posisi rentan setiap kali produksi tambang turun,” kata Muhlis.

Ia menambahkan bahwa penguatan sektor alternatif tidak hanya akan membentengi daerah dari tekanan fiskal, tetapi juga membuka peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

“Tanpa perubahan strategi, pelayanan publik akan ikut terganggu. Kita harus bergerak cepat mencari sumber pertumbuhan baru,” tandasnya. (bvs)